Jakarta | klikku.id – Bagaimana sebenarnya musisi mendapat royalti dari lagu yang dimainkan di konser, radio, TV, hingga kafe? Wahana Musik Indonesia (WAMI) akhirnya buka-bukaan soal mekanismenya.
Presiden Direktur WAMI Adi Adrian menjelaskan, pihaknya menggunakan sistem perhitungan yang berlaku global dan juga dipakai lembaga manajemen kolektif (LMK) lain di luar negeri.
Prinsipnya sederhana, royalti dihitung berdasarkan data penggunaan karya yang dilaporkan pengguna. Mulai media penyiaran, platform digital, hingga tempat komersial, seperti hotel atau restoran.
“WAMI memiliki rumus perhitungan yang standar. Jadi nilainya sesuai dengan seberapa sering karya itu dipakai,” terang Adi.
Royalti juga tidak cair setahun sekali, melainkan setiap empat bulan sekali, sesuai data yang diterima. Saat ini, WAMI sudah menaungi lebih dari 5.000 pencipta dan penerbit musik.
Kepala Operasional WAMI Memed Umaedi mencontohkan skema dalam sebuah konser. Jika promotor menggelar konser dengan 10 lagu dalam daftar setlist, maka mereka wajib membayar royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Misalnya total pembayaran Rp5 juta, maka tiap lagu bernilai Rp500 ribu.
“Rp500 ribu itu kemudian dibagikan kepada pemegang hak. Bisa pencipta, penerbit, atau keduanya sesuai proporsi yang sudah terdaftar di WAMI,” jelas Memed.
Jika satu lagu punya dua pencipta dan satu penerbit, misalnya pencipta pertama 30 persen, pencipta kedua 20 persen, penerbit 50 persen, maka royalti dibagi sesuai komposisi tersebut.
Dengan sistem ini, WAMI memastikan musisi dan pencipta mendapat haknya secara transparan dan terukur. “Kalau ada anggota yang ingin tahu detail distribusi, kami siap jelaskan berdasarkan data yang kami kelola,” pungkas Adi. R3d
