Malang | klikku.id – Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf atau yang akrab disapa Gus Irfan, menegaskan dua agenda besar dalam reformasi penyelenggaraan haji di Indonesia, yakni penataan ulang distribusi kuota agar masa tunggu haji merata di seluruh provinsi, dan pengawasan ketat terhadap potensi kebocoran dana haji.
Pernyataan itu disampaikan Gus Irfan usai menghadiri wisuda di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Sabtu (4/10). Ia menegaskan, pengelolaan dana haji harus transparan dan akuntabel, karena dana tersebut merupakan amanah umat.
“Saya mewanti-wanti seluruh jajaran Kementerian Haji agar tak ada sedikit pun kebocoran. Satu persen saja setara Rp200 miliar. Itu dana rakyat yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat,” ujar Gus Irfan tegas.
Menurutnya, semua pegawai di Kementerian Haji dan Umrah memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga keuangan haji tetap bersih.
Sebagai langkah pencegahan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pengawasan, pendampingan, dan pelacakan rekam jejak seluruh pegawai yang terlibat.
“Kami minta KPK melakukan tracking terhadap semua aparatur yang akan bertugas. Kami ingin sistem pengawasan yang menyeluruh,” tambahnya.
Selain soal dana, Gus Irfan juga mengumumkan kebijakan baru pembagian kuota haji yang akan disesuaikan dengan masa tunggu rata-rata nasional 26,4 tahun. Langkah ini, katanya, untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh calon jamaah dari Sabang sampai Merauke.
“Selama ini pembagian kuota belum sepenuhnya sesuai undang-undang. Dengan sistem baru, antrean di Aceh hingga Papua akan setara, 26,4 tahun. Di situ letak keadilannya,” jelasnya.
Saat ini, masa tunggu terpanjang berada di Sulawesi Selatan mencapai 40 tahun, sedangkan Jawa Timur sekitar 30 tahun. Jika kebijakan ini disetujui DPR RI, maka antrean di daerah-daerah akan disamaratakan secara nasional.
Gus Irfan juga menyebut kelompok jamaah lansia sekitar tujuh persen bakal tetap menjadi prioritas keberangkatan.
Ia menambahkan, pemerintah sebenarnya memiliki opsi lain untuk mengatur kuota, yaitu menggunakan metode campuran antara jumlah penduduk dan panjang antrean. Namun, menurutnya, metode itu belum mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.
“Kalau sebagian berdasarkan antrean dan sebagian berdasar jumlah penduduk, keadilannya belum terasa. Karena prinsip kami, semua umat punya hak yang sama untuk beribadah,” tandasnya.
Dengan dua fokus utama, yakni pencegahan kebocoran dana dan pemerataan masa tunggu, Kementerian Haji dan Umrah di bawah Gus Irfan menargetkan penyelenggaraan haji yang bersih, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh umat Islam di Indonesia. R3d