SURABAYA | klikku.id — Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi punya cara unik mengatasi krisis lahan pemakaman di kota besar.
Ia mendorong warga kembali menghidupkan tradisi makam keluarga, sistem pemakaman lama yang dulu akrab di kampung-kampung Surabaya.
Menurut Eri, ketersediaan lahan pemakaman di Surabaya semakin terbatas seiring pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.
“Sekarang jumlah penduduk sudah lebih dari 3 juta jiwa, padahal dulu masih 2,7 juta. Kalau setiap orang minta lahan makam sendiri-sendiri, habis semua tanahnya,” ujarnya, Senin (27/10).
Pemkot kini menggandeng pengelola makam kampung untuk memaksimalkan lahan yang ada. Skemanya sederhana: warga yang tinggal di suatu wilayah bisa dimakamkan di area yang sama bersama keluarganya.
“Kita bersinergi dengan lahan makam kampung. Tradisi seperti itu perlu dihidupkan kembali,” tegasnya.
Eri mencontohkan, keluarganya sendiri sudah lama menerapkan sistem makam keluarga. “Makam keluarga saya di Tembok Dukuh, dulu makamnya mbahku. Ketika mbahku sudah lama meninggal, almarhum bapak saya dimakamkan di situ juga,” katanya.
Ia menyebut sistem ini bukan hanya efisien, tapi juga memperkuat rasa kebersamaan antarwarga. “Selain jadi solusi keterbatasan lahan, ini juga mempererat hubungan keluarga dan komunitas kampung,” lanjutnya.
Soal teknis, Eri tak menampik jika satu liang bisa digunakan oleh beberapa anggota keluarga. “Iya, satu liang,” jawabnya saat ditanya apakah sistem itu berarti tumpang makam.
Pemkot menilai konsep pemakaman keluarga jauh lebih realistis dibanding terus menambah lahan baru yang berpotensi menggerus ruang hidup kota.
“Tidak mungkin seluruh tanah Surabaya dipakai untuk makam. Pemerintah tidak bisa terus menyediakan lahan baru,” tandasnya.
Dengan menghidupkan kembali tradisi makam keluarga, Eri berharap keseimbangan antara kebutuhan tempat tinggal dan tempat peristirahatan terakhir bisa tetap terjaga.
“Makam keluarga itu bukan sekadar solusi, tapi juga warisan budaya warga Surabaya yang harus dijaga,” pungkasnya. In.Jo3.nwsia
