Surabaya | klikku.id – Persidangan perkara dugaan perzinaan yang menjerat Pratu Rizki Ahmad Buhori (RA) di Pengadilan Militer III-12 Surabaya kembali menjadi sorotan publik. Agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari tim kuasa hukum Kumdam V/Brawijaya, Letda Chk Fery Junaidi Wijaya, S.H., M.H. dan Lettu Chk La Mani, S.H., mengungkap secara sistematis kelemahan mendasar dalam dakwaan Oditur Militer III-11 Surabaya.
Dalam pledoi tersebut, kuasa hukum menegaskan bahwa sejak awal, perkara ini tidak memiliki dasar bukti yang sahih. “Hari ini kami memohon kepada Majelis Hakim untuk memutus bebas klien kami. Fakta persidangan menunjukkan dengan jelas bahwa tidak ada saksi yang melihat atau mengetahui langsung terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan,” ujar Letda Fery seusai sidang.
Menurut Fery, seluruh dakwaan hanya bersandar pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang kemudian dicabut oleh terdakwa karena diperoleh melalui tekanan fisik dan intimidasi.
“Jika Oditur hanya menggantungkan dakwaan pada pengakuan yang lahir dari paksaan, maka itu sudah tidak relevan lagi. Bukti harus relevan, signifikan, dan reliabel. Tanpa itu, pemidanaan hanya menjadi bentuk kriminalisasi,” tegasnya.
Selain itu, Oditur gagal menghadirkan bukti forensik maupun visum yang mendukung tuduhan. Tidak ada bukti ilmiah, tidak ada saksi mata, dan tidak ada satu pun saksi persidangan yang menguatkan dakwaan.
“Pemidanaan tanpa bukti nyata adalah bentuk penghukuman atas asumsi. Itu bertentangan dengan asas hukum pidana,” lanjut Fery.
Tim kuasa hukum juga membedah pasal yang digunakan sebagai dasar dakwaan. Unsur kedua Pasal 284 KUHP tentang “turut serta melakukan zina” dinilai tidak terpenuhi.
“Bagaimana mungkin terdakwa bisa dikatakan turut serta, jika pelaku utama yang dituduhkan tidak pernah terbukti melakukan perzinaan? Ini cacat logika hukum,” papar Fery dalam pledoinya.
Sementara itu, Lettu Chk La Mani menekankan bahwa mereka sudah menyerahkan bukti adanya kekerasan fisik terhadap terdakwa selama interogasi awal.
“Bukti adanya penganiayaan sudah kami ajukan dan masuk dalam pledoi. Fakta ini penting, karena jika BAP lahir dari penyiksaan, maka nilainya batal demi hukum,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan Majelis Hakim untuk menilai perkara ini secara objektif, tanpa terjebak tekanan opini.
“Jika prosesnya cacat, maka hasilnya pun cacat. Tidak ada ruang dalam hukum pidana untuk memaksakan dakwaan yang tidak didukung bukti sah,” tegas La Mani.
Tim kuasa hukum menutup pledoi dengan seruan agar Majelis Hakim menjunjung tinggi prinsip in dubio pro reo, bahwa dalam keadaan ragu harus diputuskan demi kepentingan terdakwa.
“Pratu RA adalah prajurit muda yang layak mendapatkan perlindungan hukum. Jangan biarkan hukum berubah menjadi alat untuk menghukum tanpa bukti. Tanpa saksi, tanpa bukti forensik, tanpa pengakuan yang sah, maka satu-satunya putusan yang adil adalah pembebasan,” pungkas Fery.
Sementara itu, Oditur Militer III-11 Surabaya, Letkol Chk Yadi Mulyadi, S.H., menyatakan akan menyiapkan replik atas pledoi tersebut yang dijadwalkan dibacakan pada sidang berikutnya, Rabu, 11 September 2025.
Kini, publik menunggu apakah majelis hakim akan berpegang pada prinsip hukum yang menuntut bukti nyata, atau tetap bertahan pada dakwaan yang telah terbongkar kelemahannya. Rigi
