Surabaya | klikku.id – Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-42 yang jatuh pada Senin (9/9) mengangkat tema besar “Olahraga Satukan Kita.” Tema ini lahir di tengah gejolak sosial politik bangsa yang sempat memanas pada akhir Agustus lalu.
Pemerintah berharap olahraga tidak hanya jadi sarana meraih prestasi, tapi juga wahana memperkuat persatuan.
“Olahraga mengajarkan kita sportivitas, menghormati lawan, dan menerima hasil dengan lapang dada. Nilai-nilai ini bisa kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo, dalam dokumen pedoman Haornas 2025.
Menurut Dito, kemenangan terbesar bukan sekadar saat mengangkat piala, tetapi ketika mampu menghargai perbedaan dan menjadikannya kekuatan bersama.
Semangat itu sejatinya sudah lama dijalankan oleh DBL Indonesia. Sejak pertama kali bergulir pada 2004, kompetisi basket pelajar ini konsisten menanamkan nilai sportivitas dan persatuan.
“DBL bukan hanya soal siapa juara, tapi bagaimana siswa belajar menghargai lawan, menjunjung fair play, dan membawa semangat positif ke sekolah maupun komunitasnya,” jelas Astrid Septiana Putri, Senior Manager Event DBL Indonesia.
Salah satu aturan khas DBL adalah respect the game, yang diterapkan sejak 2016. Dalam sistem ini, tim yang sudah unggul 20 poin wajib bertahan di area sendiri tanpa boleh menekan hingga garis tengah. Aturan itu memberi peluang tim tertinggal untuk mengejar poin sekaligus melatih daya juang.
Dari sisi mental, tim unggul terdorong mengevaluasi pertahanan, sementara tim tertinggal belajar mencari strategi serangan. “Banyak pertandingan DBL yang justru makin seru karena aturan ini,” ujar Astrid.
Sportivitas juga diwujudkan lewat tradisi usai pertandingan. Tim pemenang wajib menghampiri bench lawan untuk memberi penghormatan dan berjabat tangan. Suporter pun dikenai aturan ketat: dilarang melakukan provokasi, ejekan kasar, hingga ujaran rasis.
Sebagai gantinya, DBL memberi ruang bagi kreativitas positif. Sejak 2008, penghargaan khusus bagi suporter paling sportif dan kreatif rutin digelar. Ada kategori Best Chant, Best Choreo, Best Coordinator Supporter, Most Discipline Supporter, hingga penghargaan juara 1–3 Supporter Award.
Tidak berhenti di situ, DBL juga menanamkan aspek sport science. Para student athlete mendapat tes fisik rutin mulai tinggi badan, berat badan, arm span, hingga vertical jump. Beberapa sekolah peserta bahkan menggandeng kampus olahraga maupun pihak swasta untuk memperkuat pembinaan atlet.
Selain nilai sportivitas, DBL turut berkontribusi pada pertumbuhan industri olahraga dan pariwisata. Dalam satu musim, kompetisi ini hadir di 31 kota di 22 provinsi. Setiap kota rata-rata melibatkan 35 kru lokal. Sehingga dalam setahun lebih dari 1.000 tenaga muda ikut terlibat.
Belum termasuk vendor konsumsi, kebersihan, keamanan, kesehatan, hingga tenaga profesional seperti wasit dan petugas statistik. Ratusan UMKM juga ikut meramaikan.
Dengan skala itu, DBL Indonesia membuktikan olahraga mampu menggerakkan ekonomi lokal sekaligus menyatukan berbagai elemen masyarakat.
Inilah yang sejalan dengan lima langkah nyata pembangunan olahraga yang ditekankan Menpora pada Haornas 2025. Yakni membudayakan olahraga sejak dini, memperluas ruang publik, memperkuat pembinaan atlet berbasis sport science, mendorong industri olahraga, dan membangun kolaborasi lintas sektor.
“Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab Kemenpora atau pemda, tapi kerja bersama seluruh elemen bangsa,” tegas Dito.
DBL Indonesia sudah lebih dari dua dekade menjalankan nilai itu. Menjadi bukti nyata bahwa olahraga memang bisa menyatukan kita. @Man
